Kamis, 22 Agustus 2019

Saat kau tak disini

Harus kutulis kalimat apa disini untuk pertama memulai catatan ini?
Aku tidak tau.
Tapi ku harap nanti ketika kau mencariku, kau menemukan catatan ini.
Ketika hatiku mencintaimu, yang aku takutkan adalah aku justru aku jatuh.
Dan alhasil, aku memang wanita keras kepala yah.
Bukan lagi jatuh, justru aku tenggelam dalam palung bumi yang dasarnya gelap.
Aku cuma rindu kamu. Itu saja sebenarnya.
Tapi rasanya banyak sekali rasa sakitnya.
Ketika kau tak disini,
Disini sepi sekali,
Disini sedih sekali,
Disini, aku sendiri.
Ketika kau putuskan untuk menjaga jarak denganku.
Rasanya sedih sekali.
Rasanya,
Sakit sekali.
Ketika kau tak ada.
Yang kunikmati cuma khayalanku saja.
Kau dimana, aku juga tidak tau.
Kau sedang senang, aku juga tidak tau.
Mengapa jatuh cinta cinta denganmu harus sesakit ini?
Kata-kata tak lagi punya banyak makna bagiku.
Apa ini pertanda aku harus pergi darimu??

Selasa, 13 Agustus 2019

Aku dan pertemuan dengan Naro

Hari kamis pagi,

Aku masih terperangkap dalam kumpulan kertas-kertas yang berantakan di atas kasurku. Semalam pasti abayi menggendongku ke kasur, karena pagi tadi setengah sadar aku mendengar suara dia berkata " jingga, lain kali jangan sering makan nasi padang lagi aku rasa badanmu sekarang sudah naik 2kg, kalau kau tidur di balkon sekali lagi aku biarkan saja, tapi mana tega aku biarkan kamu tidur diluar nanti kamu digigit nyamuk pasti aku yang khawatir"
Aku terkekeh mengingat kejadian itu. Abayi, laki-laki itu memang lucu sekali.

Aku melepaskan pena dan kertas yang kupegang dari tadi.

Kurebahkan tubuhku diantara tumpukan kertas itu, sudah hampir jam 9 pagi, aku menatap ke arah jendela yang sedang disinari sinar matahari pagi, cahayanya masuk menembus dari sekat-sekat jendela.
Aku membuka buku diary berwarna orangeku, buku diary itu dari abayi, kata abayi, aku jangan pernah berhenti menulis, puisiku bagus, ceritaku pun bagus. Sebenarnya sudah lama sekali aku tidak menulis karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku.
Walaupun diary itu dari abayi, tapi aku jarang memberitahu abayi apa isi dari buku itu.
Nanti saja, ada waktu untuk memberitahu banyak hal kepada abayi.
Baru saja ingin membayangkan tentang abayi, tiba-tiba ponselku berdering.
Seseorang menelponku dengan nomor baru.
Aku mengangkat telpon itu.

"Hallo" sapaku ramah
"Hallo Nad, ini aku Naro"
Mendengar nama itu, tiba-tiba jantungku berdetak lebih kencang, suara itu, sudah lama sekali aku tidak mendengar suara itu.
Perasaanku masih gugup, tetapi aku berusaha bersikap biasa.
"Ohh hai Naro," jawabku
"Nad, kamu apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak berbicara" ujarnya
"Aku baik, kamu?"
"Aku baik Nad, ohh yah Nad aku baru saja kembali ke kota ini, aku ingat kamu, kalo ada waktu sempatkan untuk kita ketemu" ajaknya
"Ohh iya, nanti aku kabarin kamu" jawabku
"Baiklah, btw kamu lagi apa?" Tanyanya
"Aku sedang membuat laporan, kamu?"
"Habis olahraga, aku langsung keingat kamu Nad, makanya aku telpon ternyata nomormu ga kamu ganti yah"
"Soal itu, itu karena aku pelupa jadi aku ga pernah ganti nomorku"
"Kau masih sama yah, seperti SMP dulu, pasti lucu" ujar Naro sambil tertawa.
Tiba-tiba saja aku merasa kupu-kupu hinggap di perutku, dan aku rasa wajahku memerah sekarang.
"Nad, nanti malam aku telpon yah aku ada urusan dulu"
"Ohh iya, baiklah"
"Bye. Jingga" ujarnya dan sambungan telpon terputus.

Aku menatap layar handphoneku yang mati sambil tersenyum.
Sambil menatap jauh ke arah jendela, aku memejamkan mataku.
"Abayi, aku bertemu Naro".

ABAYI DAN JINGGA

Rabu, 1 januari 2019 dini hari tadi.

Selepas hujan deras mengguyuri kota malam ini, aku duduk di teras sendirian bersama susu putih hangat yang kuseduh sendiri. Aku tidak suka coklat. Abayi tiba-tiba menemuiku dan duduk disebelahku sambil memegang frank, boneka hati kami.
Abayi menggeser posisi duduknya menjadi menatap ke arahku.
"Jingga" kata abayi membuka pembicaraan.
"Iya yii?" Tanyaku, kuletakkan cangkir pink milikku yang berisi susu putih hangat.
"Kau tidak bisa tidur lagi yah? " tanyanya.
Aku mengangguk mantap.
"Jingga, kamu tau ini jam berapa ? " tanya abayi.
"Jam 3 pagi?"
"Jingga, nanti kalau kau di culik kuntilanak atau genderuwo, abayi tidak akan tidur 7 hari 7 malam"
Aku tertawa mendengar ucapan dari pria yang sebentar lagi akan berusia 21 tahun ini.
"Kemarin aku suruh abayi membersihkan lemari abayi saja, abayi sudah tepar, mendengkur di atas sofa sampe maghrib, untuk tidak lupa sembahyang" ujarku.
"Ini konteks yang berbeda, kehilangan seseorang yang ku sayang akan membunuh setengah jiwaku" bela abayi.
"Abayi, aku tidak bisa tidur karena kau tau kan, terkadang fikiranku berkeliaran kesana-kemari mencari fikiran lain untuk diingat lagi, susu hangat ini menjadi pendampingku ketika fikiran-fikiran itu datang" ujarku.
Abayi memelukku dengan hangat, cuaca di kota memang dingin apalagi habis hujan turun ditambah angin malam yang datang. Tapi abayi seperti bara api yang di hidupkan orang-orang ketika musim dingin tiba, dia menghangatkan.
"Jingga, ketika seseorang pergi dari hidupmu nanti, kamu tidak boleh menangis, tidak boleh sedih, dan tidak boleh keluar jam 3 pagi lagi"
"Ini sebuah kalimat peringatan lagi, yah yii?" Tanyaku.
Abayi tidak menjawab, dia mempererat pelukannya.
"Nad, kau, jingga dan frank adalah hal yang cukup untukku" ucap abayi.
"Abayi, kenapa abayi senang memanggilku jingga? Namaku kan nadia" tanyaku.
Mata abayi menatap pemadangan teras dengan dalam, aku bisa merasakan ia masuk ke dalam sebuah memori masa kecilnya.
"Almarhumah ibukku dulu selalu memanggilku jingga, katanya kalo aku dulu bayi perempuan dia akan memanggilku jingga, tapi Tuhan punya pendapat sendiri, aku lah yang lahir ke rahim ibu, tapi ibuk tetap memanggilku jingga, katanya aku seperti jingga" ujarnya sambil tersenyum.
"Abayi" ucapku dengan nada mengantuk.
"Iya?"
"Aku mau tidur"
Mataku perlahan kupejamkan, mungkin karena susu putih hangat yang kubuat tadi berefek membuatku menjadi ingin tidur apalagi abayi mendekapku begitu hangat. Satu kesatuan yang menenangkanku.

Sebuah hati yang patah

4 agustus 2018

Sebelumnya aku tidak pernah yakin untuk menulis sebuah catatan ini, karena catatan ini seharusnya sudah aku buang dari dulu, namun hatiku bilang untuk tidak membuangnya.
8 tahun, jatuh cinta sendiri selama itu ternyata membuat lukanya sembuh juga lama sekali. Sempat ingin sendiri hingga waktunya tiba, merelakan mereka yang mencintaiku dengan tulus, meninggalkan mereka yang sayang denganku dengan ikhlas demi seseorang yang berjanji akan mengajakku makan siomay di tempat favoritku dulu.
Hatiku pernah patah karena aku menyatakan perasaanku sendiri, dia pergi dengan orang yang jauh lebih dariku.
Hatiku patah karena mengingat dulu begitu lucunya kami ketika kami bertengkar hanya karena hal-hal kecil.
Patah hatiku, yang lukanya membiru,nyeri hingga  tak bisa kusembuhkan melalui teknik dikstrasi atau relaksasi.
Aku pernah sayang dengan seseorang yang ternyata membuangku, aku pernah sayang dengan seseorang yang dulu kutunggu. Aku pernah sayang dengan orang yang berjanji padaku dan berkata "jadi jangan ragu sama aku:)"

Malam itu dia berucap yang tak kutangkap, alih-alih memimpikan masa depan, aku justru terpleset menuju jurang-jurang kecewa.
Sakit sekali.

Tapi toh itu dulu kan, katamu kita memang tidak punya ruang sayang.
Padahal, tempatmu sudah kutata begitu anggun dalam hati, kamu saja yang tidak membangunnya.

Dulu, kamu bilang "aku sayang kamu" setiap hari, tapi taukah kamu bahwa, aku merasa itu bukan perwakilan dari hatimu.

Ternyata benar,
Kau benar dan amat sangat benar.

Ketika aku menunggumu,
Tiba-tiba kulihat sosok dia,
Sosok dia yang berdiri disampingmu dengan senyum yang ia pahat sendiri.

Aku lupa bilang,
Aku mau di sampingmu.

Kalimat itu aku lupa bilang selama 8 tahun ini.

Terakhir pesan dari saya.

"Terimakasih untuk 8 tahunnya, kau benar, tidak ada cinta diantara kita".

-larasati-